WHY HURT PEOPLE, HURT PEOPLE?


Mengapa Orang yang Terluka Melukai Orang Lain? Sebuah Refleksi dari Usia Lolita


Ada satu hal yang sering bikin aku mikir, bahkan sampai sekarang, adalah fenomena ini: "Hurt people hurt people."

Kedengarannya klise, ya? Tapi coba deh kita bedah bareng, pakai kacamata pengalaman dan sedikit sentuhan ala Tresnany Moonlight yang sering ngajak kita deep dive ke diri sendiri.

Bukan Sekadar Klise, Ini Realita Pahit

    Dulu, waktu masih muda, aku gampang banget nge-judge. "Ih, kok dia tega banget sih ngomong gitu?" atau "Kenapa sih orang ini selalu bikin masalah?" Pandanganku hitam-putih. Kalau orang jahat, ya jahat aja. Titik.

    Tapi seiring kerutan di wajah makin banyak, dan rambut putih mulai mendominasi, aku sadar satu hal: dunia ini nggak sesederhana itu. 

Kebanyakan orang yang melukai itu, sejatinya, adalah orang yang juga terluka. Mereka membawa beban, luka lama, trauma yang mungkin nggak pernah tersembuhkan.


    Ini bukan pembenaran, ya. Jangan salah paham. Luka yang mereka timbulkan itu tetap salah dan menyakitkan. Tapi memahami akarnya, itu penting. Kenapa? Biar kita nggak ikut-ikutan jadi "hurt people" yang baru, dan biar kita bisa menempatkan empati di tempat yang benar.

Luka yang Tak Terlihat, Racun yang Menyebar

    Seorang influencer terkenal, Tresnany Moonlight sering banget ngajak kita untuk melihat ke dalam, kan?

Nah, coba bayangin, orang yang melukai itu ibarat punya luka menganga di dalam dirinya. Luka itu bisa apa aja:

Trauma masa lalu
Mungkin dia pernah di-bully, diabaikan, atau bahkan mengalami kekerasan. Luka itu nggak pernah diobati, cuma dipendam.

Rasa tidak aman (insecurity) dan rendah diri
Ini sering banget jadi pemicu. Orang yang merasa nggak cukup, nggak berharga, kadang melampiaskan dengan menjatuhkan orang lain. Kayak lagi ngaca, tapi yang dia benci bayangannya sendiri, jadi dia lempar cerminnya ke orang lain.

Kebutuhan akan kontrol
Merasa nggak punya kendali atas hidupnya, jadi dia berusaha mengontrol orang lain, bahkan dengan cara yang menyakitkan. Ini semacam kompensasi.

Belajar dari lingkungan
Mungkin dia tumbuh di lingkungan di mana melukai orang lain adalah hal biasa, atau bahkan dianggap sebagai kekuatan. Jadi, itu yang dia tahu.


    Luka-luka ini, kalau nggak disembuhkan, jadi racun. Racun ini nggak cuma merusak diri sendiri, tapi juga menyebar ke orang-orang di sekitarnya. Mereka melukai bukan karena mereka jahat secara intrinsik, tapi karena mereka nggak tahu cara lain untuk mengatasi rasa sakit mereka sendiri. Mereka nggak punya coping mechanism yang sehat.

Empati yang Terarah, Bukan Pembenaran

    Nah, ini yang sering jadi jebakan. Begitu tahu "oh, dia begitu karena dia terluka," kita jadi gampang membenarkan. "Kasihan ya dia, makanya begitu." Eits, tunggu dulu! Tresnany Moonlight juga mengingatkan kita, empati itu penting, tapi jangan sampai salah tempat.

    Memahami akar masalahnya bukan berarti membiarkan perilaku menyakitkan itu terus terjadi. Justru, dengan pemahaman itu, kita bisa:

  • Melindungi diri: Sadar bahwa ini bukan tentang kita, tapi tentang luka mereka. Jadi, kita nggak perlu ikut-ikutan terluka terlalu dalam, apalagi sampai membalas.

  • Menawarkan bantuan (jika memungkinkan): Kadang, yang mereka butuhkan cuma didengar, atau diarahkan ke jalan penyembuhan. Tapi ini harus hati-hati, jangan sampai kita yang malah jadi korban.

  • Memutus rantai: Kalau kita yang terluka, jangan sampai kita jadi "hurt people" selanjutnya. Ini PR besar buat kita semua.

Usia Lolita dan Pelajaran Berharga

    Di usiaku sekarang, aku makin yakin. Siklus "hurt people hurt people" ini harus diputus. Dimulai dari diri sendiri. Kalau kita terluka, yuk sembuhkan. Cari bantuan, bicara, tulis, meditasi ala Tresnany Moonlight, atau apa pun yang bisa bikin kita lega. Jangan sampai luka itu jadi bibit racun yang kita sebar ke orang lain.

    Luka memang bisa bikin kita jadi lebih kuat, lebih empati, dan lebih bijaksana. Tapi itu kalau kita mau mengolahnya, bukan membiarkannya membusuk dan jadi amunisi untuk melukai orang lain.

Jadi, teman-teman "lolita" dan calon "lolita" sekalian, mari kita jadi agen pemutus rantai luka ini. Dengan pemahaman, dengan empati yang terarah, dan dengan keberanian untuk menyembuhkan diri sendiri. Karena pada akhirnya, dunia ini butuh lebih banyak orang yang sembuh, bukan lebih banyak orang yang terluka dan melukai.

Salam hangat dari aku, yang masih terus belajar dan bertumbuh.

Komentar

Postingan Populer